BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya
Allah swt tak dapat disifati, karena pensifatan merupakan suatu tindakan yang
berusaha untuk mencakup dirinya,sedangkan allah swt merupakan zat yang tak
dapat digapai karna segala hal yang dapat digapai atau menunjukkan ketidak
sempurnaan,dan keterbatasan sebagaimana ucapan Imam ali as dalam hal ini :
Pengakuan yang sempurna mengenai keesaan-nya adalah mengingkari adanya sifat
pada dirinya[1].
Begitupun halnya yang tercantum dalam doa-doa ahlul bayt as, yang menegaskan
bahwa allah swt tak dapat disifati dibawa ini secuplik doa dari shahifah sajjadiyah,yaitu
doa ke-32 DOA SETELAH SHALAT MALAM didalam doa tersebut terdapat cuplikan doa
imam assajjad yang berbunyi “ ضلت فيك الصفات” Yang artinya : tidak ada satu sifat
yang mampu mensifatimu. [2] dhallat
yakni dha’at wa adamat,yang artinya hilang dan tak muncul lagi ashifat
artinya mensifati.sehingga makna frase ini adalah “tidak ada satu sifat
yang mampu mensifati –mu” sebagaimana yang dijelaskan oleh amirul mukminin as
dalam khotbah pertamanya dalalm nahj al-balaghah : “yaitu zat yang
sifatnya tak mampu dibatasi oleh sesuatu batasan,dan tak pula sifat yang mampu
mensifatinya”
Jadi,tidak ada
satu sifat pun yang mampu mensifati tuhan yang sesuai dengan kesempurnaan
jabarut-nya.itu karena pertama :penyifatan senantiasa dilakukan dengan
pengiasan yang menunjukkan keterbatasanny,dan sesuatu yang terbatas tidak akan
mampu.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “(Sifat-sifat) maha sempurna adalah milik Allah,
bahkan Dia memiliki (sifat-sifat) yang kesempurnaannya mencapai puncak yang
paling tinggi, sehingga tidak ada satu kesempurnaanpun yang tidak ada padanya
celaan/kekurangan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala berhak memilikinya pada
diri-Nya yang maha suci”.
Rumusan
Masalah
1.
Sifat-sifat Tuhan
2.
Makna Sifat dzatiyah Tuhan dan pembagiannya.
3.
Makna Sifat fi’liyah Tuhan dan pembagiannya.
Tujuan
1.
Memahami dan mengenal tentang sifat-sifat
Tuhan.
2.
Mengenal dan memahami sifat dzatiyah dan
pembagiannya.
3.
Mengenalkan tentang sifat-sifat fi’liyah dan
pembagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sifat
Tuhan
Imam Ali as mengatakan
: “Sang arif melihat bahwa sifat-sifat allah swt bukanlah tambahan pada
zatnya dan bahwa setiap sifat,di mana pun adanya,pada asalnya adalah milik
allah swt.ia adalah sifatnya yang menisbatnkan kepada orang-orang lain.”
Pembahasan
tentang wujud yang niscaya-ada tidak cukup berhenti pada argumen-argumen
tentang keberadaan Dia, namun Ia pun harus memiliki sifat-sifat yang khas yang
akan membedakan antara ciptaan-Nya dengan para mahluknya,karena sangat mungkin
bila seseorang akan beranggapan bahwa wujud
yang niscaya itu adalah energ yang materi,maka wajiblah kita mengenal pula
sifat-sifat yang tidak mungkin bagi dirinya karna wajud yang niscaya ini suci
dari sifat-sifat yang khas bagi mahluknya dan dari sisi lain haruslah jelas
pula tentang sifat-sifat yang wajib bagi dirinya agar menjadi jelas argumen
bahwa Dialah yang layak untuk disembah
Wujud yang
niscaya-ada ini merupakan wujud yng tidak bergantung pada apapun karena apabila
ia masih membutuhkan terhadap sesuatu bahkan sekecil apapun itu ,maka ia pun
menjadi akibat dari hal yang ia bergantung terhadapnya,sedangkan ia menjadi
sebab dari segala realita yang ada,maka dengan dasar argumen ini dapat
disimpulkan dua sifat bagi wujud niscaya-ada, yaitu yang pertama : bahwasanya
wujud niscaya-ada tidaklah membutuhkan segala sesuatu selain dirinya dan
yang kedua : bahwa realita selain dirinya merupakan akibat yang mana
keberadaannya bergantung secara mutlak pada wujudnya,hematnya bahwa wujud
niscaya-ada ini merupakan sebab dari segala realita atau wujud yang selain
dirinya.
Mengingat bahwa
wujud niscaya-ada merupakan wujud yang ada dengan sendirinya,yaitu
keberadaannya tidaklah bergantung pada sesuatu hal yang lain,maka ia pun
bersifat abadi,karena ketidakabadian itu merupakan hal ketergantungan pada hal yang
lain,bahkan keberadaannya pun merupakan ketergantungan mutlak pada hal yang
lain,dan bahkan keberadaan Dia pun merupakan ketergantungan,sehingga ia bias
ada dalam satu masa karna keberadaannya sendiri tidak mandiri,dan karna wujud
niscaya-ada ini merupakan wujud yang mandiri dan abadi niscaya ia tidak dimulai
dari ketiadaan,karena segala sesuatu yang dimulai dari ketiadaan dan menjadi
ada,maka ia pun memiliki potensi untuk tiada,maka dengan penjelasan ini dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa wujud niscaya-ada ini bersifat abadi dan
keabadiannya tidaklah dimulai oleh ketiadaan,ini merupakan dua sifat yang wajib
ada pada dirinya.
Menurut
Al-Farabi, karena Tuhan itu Esa secara absolute maka sifat-Nya tidak berbeda
dari dzat-Nya. Ia menggambarkan bahwa keesaan itu mutlak hanya pada Allah
karena Dia itu maha sempurna. Artinya, wujud yang sempurna itu tidak mungkin
ada pada selain-Nya, dan hanya Dia sendiri wujud tersebut, dan sama sekali
tidak ada lain yang menyertai-Nya.
2. SIFAT DZAT
Kata “Dzat” (
al-dzat ) dalam bahasa arab tidak selalu searti dengan kata “zat” dalam bahasa
Indonesia . Kata “zat” dalam bahasa Indonesia antara lain untuk pengertian
“unsur atau bahan yang merupakan pembentuk (bagian-bagian yang mendukung )
suatu benda. Sedangkan dalam bahasa Arab kata al-dzat berarti hakikat (
essence, esensi ). Jika dikatakan “dzat sesuatu” maka maksudnya adalah inti dan hakikatnya.
TIDAK TERSUSUN
Sebagaimana
yang telah disinggung pada awal pembahasan,bahwa haruslah wujud niscaya-ada ini
dipisahkan antara sifat-sifatnya dengan sifat-sifat mahluknya,maka stiap sifat
yang teerdapat pada mahluknya (wujud materi) yang khas,maka sifat-sifat itu
bukanlah sifat sang niscaya-ada sebagaimana sifat materi adalah tersusun maka
wujud sang niscaya-ada tidaklah tersusun karena ia adalah wujud yang
mandiri,sedangkan segala sesuatu yang tersusun membutuhkan elemen-elemen yang
lain,sedangkan wujud niscaya-ada suci dari segala kebutuhan dan sifat ketidak
tersusunanya merupakan sesuatu hal yang mutlak dalam artian bahwa ia sedikitpun
tidak memiliki potensi untuk tersusun,apa lagi
secara actual, karna terkadang sesuatu yang memiliki potensi belumlah
tentu potensi tersebut teraktualkan,jadi hal ini membatalkan sebuah anggapan
bawha wujud niscaya-ada memiliki potensi tersusun namun hal tersebut tidak
teraktualkan
Dari pembahasan
ini maka dapat menafikan sifat-sifat bahwa wujud niscaya-ada membutuhkan tempat
dan terikat pada masa karna keterikatan pada masa dan tempat merupakan
sifat-sifat kahs materi,disisi lain bahwa wujud niscaya-ada merupakan wujud
yang mandiri dan tidak membutuhkan apapun sebagaimana mahluknya,dan ia pun
tidak terikat masa karna keterikatan menunjukkan suatu kebergantungan dan
ketidak mandirian,dengan demikian sang wujud niscaya-ada bukanlah sesuatu yang
digambarkan atau dipahami sebagai zat yang butuh pada tempat dan masa,begitu
pula segala hal yang terikat dan membutuhkan tempat serta terikat pada
masa,niscaya itu bukanlah dirinya.sebagaimana yang dikatakan oleh M.T. Misbah
yazdi dalam kitabnya : oleh karena itu,orang-orang yang meyakini bahwa allah
swt berada pada suatu tempat seperti arsy atau menisbahkan gerak dan turun dari
langit,atau meyakini bahwa allah (wujud niscaya-ada) bias dilihat dengan mata
atau dapat berubah dan meningkat,berarti ia tidak mengenal allah (wujud
niscaya-ada) yang sebenarnya
SEBAB MENGADA
Adapun makna
wujud niscaya-ada sebagai sebab bagi seluruh realitas ialah bahwa ia adalah
pencipta dan penyebab adanya,pada
pengertian ini wujud niscaya-ada tidaklah memerlukan syarat dan penyiap
terhadap pengadaan bagai dirinya yang sangat berbeda dengan mahluknya,bahwa
sebab mengada bagi mahluknya sangatlah terikat terhadap syarat dan penyiap
untuk mendukungnya dalam ngadakan atau menciptakan,sebagaimana saat manusia
ingin menciptakan sesuatu maka ia harus memiliki syarat-syarat tertentu atau
hal-hal penyiap untuk mendukungnya secara real
atau tidak real ,yang dimaksud real disini adalah penciptaan manusia terhadap
sebuah karya-karya yang indrawi,dan yang dimaksud dengan ciptaan yang tidak
riel (tidak terindra) adalah sebuah konsep fikiran yang diciptakannya,dalam hal
inipun manusia membutuhkan banyaknya
informasi-informasi yang trlebih dahulu berada dalam benaknya,sebagaimana
pendapat M.T.misbah yazdi : penciptaan jiwa atas gambaran dalam mental
atau atas kehendak memerlukan syarat-syarat tertentu yang muncul lantaran
kekurangan,keterbatasan dan kemungkinan wujud(imkanul wujud) yang menjadi
subtansi jiwa.
Menurut
Al-Akindi menyebut Allah sebagai sebab pertama (al-'illah al-ula), yang
menurutnya Dia adalah sang pencipta alam semesta (al-Mubdi') , yang aktif
(al-Fa'il),yang Melindungi segala sesuatu (Mutammin al-kull), tak bergerak
(ghayr mutaharrik),dan nama-nama atau sifat-sifat lain sebagaimana disebutkan
di dalam Al-Quran.
SIFAT ZATNYA
Allah adalah
cahaya bagi langit dan bumi (QS:AN-NUR:35)
Dalam pandangan
para teolog dan filosof,tauhid zat berarti bahwa zat allah swt.adalah satu dan
dia tidak mempunyai sekutu dalam wujudnya,tidak ada kemajemukan di dalam
dirinya,serta tidak ada tuhan lain di luar dirinya.dia bersifat sederhana dalam
zatnnya,tidak terdiri dari bagian-bagian ataupun organ-organ.dia adalah satu
dan tidak mempunyai sekutu
Setiap konsep
kesempurnaan yang tak memiliki kekurangan sedikitpun dapat diterapkan bagi
wujud niscaya-ada,sebagaimana konsep-konsep tersebut diungkapkan oleh
ayat-ayat alquran dan hadis, M.T. misbah
yazdi menulis dalam bukunya : sesungguhnya
sifat-sifat yang dinisbatkan pada allah (wujud niscaya-ada) ada kalanya berupa
konsep-konsep yang diperoleh akal dari pengamatannya atas zat allah sambil
menekankan bahwa sifat-sifat tersebut mencakup berbagai kesempurnaan seperti
sifat hidup,ilmu dan kuasa serta sifat-sifat intinya
Setiap
kesempurnaan yang ada pada mahluknya maka kesempurnaan itu pastilah berasal
dari sang penciptanya,namun kesempurnaan yang ada pada mahluknya sangatlah jauh
berbeda dengan konsep kesempurnaan peniciptanya karena sangat mustahil bila
sang pencipta mampu menciptakan kesempurnaan pada cciptaannya sedangkan ia
sendiri tidak memiliki kesempurnaan,berdasarkan argumen ini kesempurnaan pada
sifat mahluknya merupakan argumen tentang kesempurnaan dirinya tampa mengurangi
sedikitpun kesempurnaan bagi dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar